Hukum Penetapan Awal Puasa

Dikalangan masyarakat awam umat Islam khususnya di Indonesia, ketika menjelang Ramadhan dan Hari Raya cukup banyak kita jumpai perbedaan dalam penetapannya. Sehingga dalam satu kampungpun kadang-kadang kita jumpai perbedaan dalam menetapkannya. Bagi masyarakat awam hal ini akan mengganggu persatuan, kesatuan dan kekeluargaannya. Berikut ini adalah Ittifaq Hukum permasalahan agama tentang masalah ini. Insyaallah sangat baik untuk kita jadikan sebagai bahan renungan.

Tentang penetapan awal Ramadlan dan 1 Syawal / Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha).

  1. Penetapan Pemerintah tentang Ramadlan dan awal Syawal dengan menggunakan dasar hisab, tidak wajib diikuti. Sebab menurut Jumhurus Salaf bahwa Tsubut awal Ramadlan dan awal Syawal itu hanya birru’yah au itmamil adadi tsalasina yauman. (Kitab Bughyatul Mustarsyidin 108, Kitab Al Ilmu Al Mantsur Fii Itsbatis Syuhur).
  2. Sesungguhnya mengabarkan tetapnya awal Ramadlan atau awal Syawal dengan hisab itu tidak terdapat di waktu Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin. Sedang pertama-tama orang yang membolehkan puasa dengan hisab ialah Imam Muththarif guru Imam Bukhari. Adapun mengumumkan tetapnya awal Ramadlan atau Syawal sebelum penetapan Pemerintah adalah tidak boleh, sebab untuk menolak keguncangan dalam kalangan umat Islam. (Kitab Al-Bughyah, Kitab Al-Fatawa Al-Kubra).
  3. Bahwa dasar ru’yatul hilal atau istikmal dalam penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha, adalah dasar yang diamalkan oleh Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin dan yang dipegangi oleh seluruh ulama’ Madzahibil Arba’ah. Sedang dasar hisab Falaq untuk penetapan tiga hal ini, ialah dasar yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin serta diperselisihkan keabsahannya di kalangan para ulama’.
  4. Bahwa Itsbatul Am (penetapan secara umum) oleh Qadli atau Penguasa mengenai awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha atas dasar hisab tanpa dihasilkan ru’yatul hilal atau istikmal adalah tidak dibenarkan oleh Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). (Kitab Fiqih Ala Madzahibil Arba’ah).
  5. Melakukan ru’yatul hilal untuk penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha adalah Fardlu Kifayah menurut Madzahibil Arba’ah kecuali Hambali yang berpendapat bahwa hukumnya Sunnah.
  6. Pendapat Jumhurus Salaf, jika pengumuman dan penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha didasarkan pada ru’yatul hilal atau istikmal, maka wajib untuk diikuti. Akan tetapi jika penetapannya hanya semata-mata berdasarkan hisab, maka tidak wajib untuk mengikutinya.
Sumber : masdodod.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More