MEMBACA AL QURAN IBADAH YANG UTAMA

Belajar Al Quran bagi umat islam adalah wajib hukumnya. Untuk itu, jangan sampai di antara umat islam tidak mau mempelajarinya higga menjadi buta baca Al Quran. Dan marilah kita arahkan anak cucu kita agar mau dan senang belajar mengaji...

SALAM PENUTUP SHALAT

Salam sebagai penutup shalat adalah salah satu rukun dari beberapa rukun shalat, salah satu kewajiban dari beberapa kewajiban shalat. Tanpa salam, shalat tidak sah menurut madzhab Syafi’i, Malik, Ahmad dan kebanyakan (jumhur) ulama salaf...

HUKUM PENETAPAN AWAL PUASA

Dikalangan masyarakat awam umat Islam khususnya di Indonesia, ketika menjelang Ramadhan dan Hari Raya cukup banyak kita jumpai perbedaan dalam penetapannya. Sehingga dalam satu kampung...

SUMBANGAN BUWUHAN

Pada umumnya pesta pernikahan atau sejenisnya di dalam masyarakat dikenal adanya sumbangan (buwuhan). Adakah kewajiban untuk mengembalikannya. Dalam hal ini ada dua pendapat, ada yang mengatakan hukumnya wajib mengembalikan sebab...

PERHIASAN DUNIA

Berwasiat baiklah kalian kepada kaum wanita, sesungguhnya wanita itu tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Apabila engkau luruskan, niscaya akan patah, dan apabila engkau biarkan...

Hukum Penetapan Awal Puasa

Dikalangan masyarakat awam umat Islam khususnya di Indonesia, ketika menjelang Ramadhan dan Hari Raya cukup banyak kita jumpai perbedaan dalam penetapannya. Sehingga dalam satu kampungpun kadang-kadang kita jumpai perbedaan dalam menetapkannya. Bagi masyarakat awam hal ini akan mengganggu persatuan, kesatuan dan kekeluargaannya. Berikut ini adalah Ittifaq Hukum permasalahan agama tentang masalah ini. Insyaallah sangat baik untuk kita jadikan sebagai bahan renungan.

Tentang penetapan awal Ramadlan dan 1 Syawal / Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha).

  1. Penetapan Pemerintah tentang Ramadlan dan awal Syawal dengan menggunakan dasar hisab, tidak wajib diikuti. Sebab menurut Jumhurus Salaf bahwa Tsubut awal Ramadlan dan awal Syawal itu hanya birru’yah au itmamil adadi tsalasina yauman. (Kitab Bughyatul Mustarsyidin 108, Kitab Al Ilmu Al Mantsur Fii Itsbatis Syuhur).
  2. Sesungguhnya mengabarkan tetapnya awal Ramadlan atau awal Syawal dengan hisab itu tidak terdapat di waktu Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin. Sedang pertama-tama orang yang membolehkan puasa dengan hisab ialah Imam Muththarif guru Imam Bukhari. Adapun mengumumkan tetapnya awal Ramadlan atau Syawal sebelum penetapan Pemerintah adalah tidak boleh, sebab untuk menolak keguncangan dalam kalangan umat Islam. (Kitab Al-Bughyah, Kitab Al-Fatawa Al-Kubra).
  3. Bahwa dasar ru’yatul hilal atau istikmal dalam penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha, adalah dasar yang diamalkan oleh Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin dan yang dipegangi oleh seluruh ulama’ Madzahibil Arba’ah. Sedang dasar hisab Falaq untuk penetapan tiga hal ini, ialah dasar yang tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah saw, dan Khulafaur Rasyidin serta diperselisihkan keabsahannya di kalangan para ulama’.
  4. Bahwa Itsbatul Am (penetapan secara umum) oleh Qadli atau Penguasa mengenai awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha atas dasar hisab tanpa dihasilkan ru’yatul hilal atau istikmal adalah tidak dibenarkan oleh Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). (Kitab Fiqih Ala Madzahibil Arba’ah).
  5. Melakukan ru’yatul hilal untuk penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha adalah Fardlu Kifayah menurut Madzahibil Arba’ah kecuali Hambali yang berpendapat bahwa hukumnya Sunnah.
  6. Pendapat Jumhurus Salaf, jika pengumuman dan penetapan awal Ramadlan, Idul Fitri dan Idul Adha didasarkan pada ru’yatul hilal atau istikmal, maka wajib untuk diikuti. Akan tetapi jika penetapannya hanya semata-mata berdasarkan hisab, maka tidak wajib untuk mengikutinya.
Sumber : masdodod.wordpress.com

Sumbangan Buwuhan


Pada umumnya pesta pernikahan atau sejenisnya di dalam masyarakat dikenal adanya sumbangan (buwuhan). Adakah kewajiban untuk mengembalikannya. Dalam hal ini ada dua pendapat, ada yang mengatakan hukumnya wajib mengembalikan sebab sumbangan tersebut dianggap sebagai hutang. Sumber keterangannya diambil dari kitab Bajuri jilid II halaman 132. Dan ada yang mengatakan bahwa hukumnya tidak wajib mengembalikan sebab sumbangan tersebut dinilai sebagai hibah pemberian. Sumber keterangannya diambil dari kitab Fathul Mu’in halaman 72. Masing-masing sebagai berikut :

Sumbangan (kado) yang berlaku di tengah masyarakat saat ikut serta menyambut sebuah pesta, adalah wajib mengembalikan. Adalah laksana hutang. Sementara bagi si penyumbang berhak menuntut kembali. Tidak membawa kesan apa-apa jika berlaku kebiasaan tidak mengembalikannya, sebab bisa menjadi runyam, maka hal itu tidak bisa dijadikan pertimbangan. Ternyata banyak orang yang menyerahkan sumbangan dan berharap dikembalikan kepadanya pada satu tempo, sekalipun dia merasa malu jika harus menagihnya.

Sementara Syaikhua Ibnu Hajar Al Haitsami mengatakan ; Menurut pendapat yang cukup kuat tentang sumbangan yang biasa berlaku di dalam suatu pesta, adalah hibah (pemberian), bukan merupakan hutang sekalipun dalam kebiasaan dikembalikan dengan yang sepadan. Allah SWT berfirman dalam surah Ad Dahr/Al Insan ayat 9 :

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Artinya :

(9) Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

Sumber : masdodod.wordpress.com

Salam Penutup Shalat


Salam sebagai penutup shalat adalah salah satu rukun dari beberapa rukun shalat, salah satu kewajiban dari beberapa kewajiban shalat. Tanpa salam, shalat tidak sah menurut madzhab Syafi’i, Malik, Ahmad dan kebanyakan (jumhur) ulama salaf, dan khalaf. Hal ini jelas diterangkan dalam beberapa hadis sahih.

Mengucapkan salam pertama, paling tidak harus mengucapkan “Assalaamu’alaikum” sebagai ittiba’. Sedangkan mengucapkan salam dengan Alaikumus salam, adalah makruh. Mengucapkan “Salaamu’alaikum” adalah belum mencukupi dalam salam shalat. Begitu juga dengan “Salaamullah atau Salaami’alaikum”, bahkan hal ini dapat membatalkan shalat, jika disengaja dan tahu hukumnya, sebagaimana termaktub dalam kitab Syahrul Irsyad.

Sunnah mengucapkan salam kedua meskipun imamnya tidak membacanya. Salam kedua haram dilakukan, begitu setelah salam pertama terjadi hal-hal yang membatalkan shalat, misalnya hadas.

Sunnah menambah kedua salam tersebut dengan ucapan “Warahmatullaah” tanpa “Wabarakaatuh” sebagaimana yang sesuai dengan hadist, untuk selain shalat jenazah.

Hadist :

قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ : كَانَ النَّبِيُّ ص. يُسَلِّمُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ : اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ . اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ . حَتَّى يُرَيْ بَيَاضُ خَدِّهِ

Artinya : Telah berkata Ibnu Mas’ud ; Adalah Nabi saw, memberi salam dari pihak kanannya dan dari pihak kirinya “Assalaamu’alaikum Warahmatullaah, Assalamu’alaikum Warahmatullah”, hingga kelihatan putih pipinya. (HR. Nasa’i)

Namun demikian tetap dihukumi sunnah menambah lafal “Wabarakaatuh” tersebut pada salam selain shalat jenazah, karena berdasarkan hadist riwayat Abu Dawud, meskipun menurut pendapat lain tidak disunnahkan.

Dalam kedua salam tersebut, disunnahkan menoleh sampai terlihat pipi kanan ketika salam pertama, dan pipi kiri ketika salam kedua.

Sumber : masdodod.wordpress.com

Membaca Al Quran Ibadah yang Utama


Belajar Al Quran bagi umat islam adalah wajib hukumnya. Untuk itu, jangan sampai di antara umat islam tidak mau mempelajarinya higga menjadi buta baca Al Quran. Dan marilah kita arahkan anak cucu kita agar mau dan senang belajar mengaji. Alangkah senang dan gembiranya sebagai orang tua yang putra-putrinya dan anak cucunya dapat membaca Al Quran dengan baik dan fasih. Sebab dia akan mendapatkan bagian pahala dari keberhasilan anak cucunya.

Ketahuilah bahwa membaca Al Quran adalah termasuk ibadah yang paling utama bagi umat Islam diantara ibadah-ibadah yang lain. Dan besok di hari kiamat Al Quran akan datang menolong as-habnya, yaitu termasuk orang-orang yang membacanya. Untuk itu marilah kita biasakan membaca Al Quran setiap hari, baik siang, malam ataupun pagi hari. Dan dimana saja kita berada baik di rumah, di musholla, surau-surau atau di masjid. Juga dalam kesempatan apapun, baik ketika sendirian, dalam perkumpulan, dalam suatu acara atau ketika kita punya hajat yang baik, Al Quran sangat baik dibaca di sana.

Mengenai keutamaan membaca Al Quran dapat kita lihat hadis Rasulullah SAW :

اِقْرَؤُاالْقُرْآنَ فَاِنَّهُ يَأْتِىْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلاَ صْحَابِهِ . رواه البخارى ومسلم

Artinya :

Bacalah Al Quran,karena sesungguhnya Al Quran itu nanti di hari kiamat akan datang memberi pertolongan kepada as-habnya.

Riwayat Ad Dailami dari Amru Syu’aib menjelaskan hadis Rosulullah SAW :

اِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ الْقُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سَبْعُوْنَ اَلْفِ مَلَكٍ

Artinya :

Apabila seseorang menghatamkan Al Quran, maka pada saat hatamnnya itu tujuh puluh ribu Malaikat memohonkan rahmat untuknya.

Hal ini menandakan bahwa do’a yang dibaca seseorang yang membaca Al Quran sampai hatam itu mempunyai harapan besar untuk diterima oleh Allah SWT. Mengingat tujuh puluh ribu malaikat yang tak pernah maksiat ikut mengamini do’anya.

Mengingat begitu besarnya dan banyaknya keutamaan membaca Al Quran, maka sangat rugi sekali jika kita umat islam masih ada yang belum dapat membacanya. Bagi kita yang sudah mampu membacanya, marilah Al Quran itu kita baca setiap hari dan sebanyak-banyaknya serta kita usahakan dapat istiqomah.

insyaAllah nanti kita akan merasakan manfaatnya. Adapun di antara kita yang masih belum mampu membacanya, marilah kita belajar dengan baik pada seorang yang ahli dalam bidang ini. Belajar Al Quran adalah perbuatan yang amat baik. Sebagaimana hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari sahabat Usman bin Affan ra. :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ . رواه البخارى

artinya :

Sebaik-baik kalian ialah orang-orang yang belajar Al Quran dan mengajarkannya. (HR. Bukhori)

Belajar Al Quran bagi umat islam adalah wajib hukumnya. Untuk itu, jangan sampai di antara umat islam tidak mau mempelajarinya higga menjadi buta baca Al Quran. Dan marilah kita arahkan anak cucu kita agar mau dan senang belajar mengaji. Alangkah senang dan gembiranya sebagai orang tua yang putra-putrinya dan anak cucunya dapat membaca Al Quran dengan baik dan fasih. Sebab dia akan mendapatkan bagian pahala dari keberhasilan anak cucunya.

Sebagaimana riwayat Imam Thabrani dari anas : barang siapa mengajari anaknya membaca Al Quran secara bacaan, maka baginya diberi pengampunan atas dosa-dosanya yang berlalu dan yang terakhir. Barang siapa mengajarinya (yaitu si anak) secara zhahir, maka ketika si anak membaca atu ayat, dengan bacaan satu ayat itu Allah meninggikan derajat untuk ayahnya, hingga ia menyelesaikan sampai akhir yang terus menyertainya dari Al Quran.

Setelah kita mampu membaca Al Quran dengan baik dan fasih akan lebih baik lagi jika kita mau mendalaminya, yaitu memahami dan mengamalkan isi kandungan Al Quran yang kita baca. Sehingga tindakan kita sehari-hari sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Allah SWT. Kehidupan kita akan menjadi kehidupan yang Qur’ani, suatu kehidupan yang diridhoi Allah. Allah berfirman di dalam Al Quranulkarim :

اِنَّ هذَاالْقُرْآنَ يَهْدِىْ لِلَّتِىْ هِيَ اَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصَّالِحَاتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًا

Artinya :

Sesungguhnya Al Quran ini memberi petunjuk pada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka pahala yang besar.

Sumber : masdodod.wordpress.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More